Jumat, 23 Maret 2012


Kasus pembunuhan yang diduga melibatkan pembunuh bayaran secara faktual ada di Indonesia, seperti diungkapkan oleh Erlangga Masdiana, seorang kriminolog dari Universitas Indonesia. Beliau bahkan mengungkapkan bahwa ada orang-orang yang pekerjaannya memang adalah pembunuh bayaran, bukan semata-mata menjadikannya sebagai proyek sabetan. Media pun mencatat beberapa kasus pembunuhan yang diduga dilakukan oleh pembunuh bayaran. Nama Tan Harry Tantono atau Ayung yang merupakan mantan pemimpin PT Sanex Steel menjadi nama yang akhir-akhir ini disebut sebagai korban pembunuh bayaran dengan tersangka John Kei. Sebelumnya, ada pula beberapa kasus yang diduga melibatkan pembunuh bayaran seperti kematian aktivis Marsinah dan Munir serta kasus pembunuhan Nasruddin Zulrkarnaen yang melibatkan mantan pemimpin KPK Antasari Azhar. Kasus Fuad Muhammad Syafrudin atau Udin Udin merupakan wartawan koran Bernas yang dibunuh di rumah kontrakannya di Bantul pada 13 Agustus 1996. Waktu itu ia tengah gencar memberitakan soal proyek Pantai Parangtritis yang diduga mengandung unsur KKN yang melibatkan pemerintah daerah di zaman Orde Baru dan aparat militer. Udin dihajar hingga tewas Selasa malam sekitar jam 23.30 dengan disaksikan oleh istrinya sendiri, Marsiyem. Hingga kini, tak ada tersangka yang terbukti melakukan pembunuhan. Kasus pembunuhan Udin ramai diberitakan media massa setelah Kanit Reserse Umum Polres Bantul Edy Wuryanto yang kala itu berpangkat Sersan Kepala melarung sampel darah Udin ke laut selatan dengan dalih akan menyelidiki kasus itu lewat cara gaib. Ia juga diduga mengambil buku catatan Udin dan menjebak seseorang untuk dijadikan tersangka kasus pembunuhan itu. Edy Wuryanto lalu “dihukum” dengan hanya dipindahtugaskan ke Mabes Polri di Jakarta. Kasus Munir Munir tewas di dalam pesawat Garuda yang membawanya terbang menuju Amsterdam untuk menempuh studi pascasarjana pada 7 September 2004 . Ia dikenal sebagai aktivis Hak Asasi Manusia sekaligus pendiri Kontras dan Imparsial yang sering mengkritik kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang. Sewaktu pemerintahan Orde Baru, Munir pernah menjadi korban penculikan anggota Kopassus. Tim Mawar menculik Munir dan puluhan aktivis lainnya. Munir beruntung bisa kembali hidup-hidup. Aktivis lain seperti penyair Wiji Thukul, Hendra Hambali, dan Petrus Bima Anugrah dari Partai Rakyat Demokratik tak diketahui rimbanya hingga detik ini. Prabowo Subianto yang pada Pemilu 2014 kelak bakal menjadi calon presiden dari Partai Gerindra menjabat sebagai Danjen Kopassus waktu itu. Dalam kasus Munir, diduga ada permainan Badan Intelijen Negara atau BIN di dalamnya. Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Pr dijadikan tersangka dan disidangkan. Namun, seperti kasus Udin, kasus pembunuhan ini masih belum tuntas. Istri almarhum Munir bersama organisasi Sahabat Munir masih berjuang untuk mengungkap kasus ini. Kasus Marsinah Marsinah, seorang aktivis perempuan sekaligus buruh pabrik PT Catur Putra Surya di Porong, Jawa Timur ditemukan tak bernyawa pada 8 Mei 1993 di sebuah hutan di kawasan Nganjuk, Jawa Timur, setelah dinyatakan hilang selama 3 hari. Hasil otopsi menyatakan Marsinah meninggal karena dianiaya secara brutal. Setelah dilakukan penyelidikan, 10 tersangka ditahan termasuk pemilik perusahaan tempat Marsinah bekerja, Yudi Susanto, dan seorang anggota TNI. Ia diduga dibunuh karena memperjuangkan nasib para buruh meminta kenaikan upah. Yudi Susanto lalu dihukum 17 tahun penjara dan beberapa stafnya divonis 4-12 tahun, namun mereka akhirnya divonis bebas setelah naik banding ke Pengadilan Tinggi. Proses kasasi pun juga menjatuhkan vonis bebas kepada mereka. Vonis dari Mahkamah Agung tersebut diprotes banyak kalangan karena aroma rekayasa yang terlalu kentara. Namun, kasus ini pun masih gelap bagai misteri tak terpecahkan hingga sekarang. Kasus Direktur PT Asaba Boedyharto Angsono yang merupakan direktur sekaligus pemilik PT Asaba dan Holland Bakery tewas ditembak beberapa orang termasuk anggota aparat TNI pada 19 Juli 2003. Kepala korban tertembus peluru tajam pelaku. Bersamanya, pengawal pribadi yang merupakan seorang Bintara TNI, Sersan Edi Seid juga tewas di tempat kejadian. Penyelidikan polisi mengarah pada keterlibatan bekas menantunya Gunawan Santosa yang dipecat oleh korban karena diduga melakukan korupsi. Gunawan membayar 4 anggota TNI AL masing-masing 4 juta rupiah untuk membunuh bekas mertuanya itu. Gunawan Santosa diancam hukuman mati, berhasil kabur beberapa kali namun akhirnya berhasil ditangkap pihak kepolisian kembali. Kasus Nasruddin Zulkarnaen Nasruddin Zulkarnaen ditembak sehabis berolahraga golf di Padang Golf Modernland, Tangerang. Kasus pembunuhan direktor PT Putra Rajawali Banjaran ini melibatkan mantan pemimpin KPK Antasari Azhar. Data dari pengadilan mengatakan pembunuhan Nasruddin terkait masalah asmara Antasari dan Rani Juliani yang merupakan istri siri korban. Sebanyak 9 orang dijadikan tersangka kasus ini termasuk sejumlah orang yang menjadi pembunuh bayaran. Meskipun proses persidangan menyisakan banyak tanda tanya, namun Antasari tetap mendapatkan vonis 18 tahun penjara setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang ia ajukan ditolak oleh Hakim Agung Harifin Tumpa. Beberapa perangkat persidangan termasuk 3 hakim (Heri Swantoro, Prasetyo Ibnu Asmara, dan Nugroho Setiaji) dan jaksa penuntut Cirus Sinaga diduga melakukan beberapa pelanggaran. Cirus bahkan kemudian menjadi tersangka kasus korupsi Gayus. Selain kelima kasus tersebut, ada beberapa kasus lain yang menjadi pembicaraan nasional seperti kasus pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita yang menyeret Tommy Soeharto, anak mantan presiden Soeharto yang menguasai Indonesia selama 32 tahun. Lalu ada pula kasus pembunuhan seorang tokoh PKB, KH Asmuni Ishak, yang juga melibatkan pembunuh bayaran yang beraksi dengan pakaian ala ninja. Dan tentunya kita belum lupa pembacokan yang dilakukan terhadap Halomoan Gurning pengusaha asal Riau yang dibunuh seorang tak dikenal di Restoran Pondok Gurih Pekanbaru akhir tahun lalu.

Read more at http://uniqpost.com/35426/kasus-pembunuhan-yang-diduga-melibatkan-pembunuh-bayaran-di-indonesia/

Kasus pembunuhan yang diduga melibatkan pembunuh bayaran secara faktual ada di Indonesia, seperti diungkapkan oleh Erlangga Masdiana, seorang kriminolog dari Universitas Indonesia. Beliau bahkan mengungkapkan bahwa ada orang-orang yang pekerjaannya memang adalah pembunuh bayaran, bukan semata-mata menjadikannya sebagai proyek sabetan. Media pun mencatat beberapa kasus pembunuhan yang diduga dilakukan oleh pembunuh bayaran. Nama Tan Harry Tantono atau Ayung yang merupakan mantan pemimpin PT Sanex Steel menjadi nama yang akhir-akhir ini disebut sebagai korban pembunuh bayaran dengan tersangka John Kei. Sebelumnya, ada pula beberapa kasus yang diduga melibatkan pembunuh bayaran seperti kematian aktivis Marsinah dan Munir serta kasus pembunuhan Nasruddin Zulrkarnaen yang melibatkan mantan pemimpin KPK Antasari Azhar. Kasus Fuad Muhammad Syafrudin atau Udin Udin merupakan wartawan koran Bernas yang dibunuh di rumah kontrakannya di Bantul pada 13 Agustus 1996. Waktu itu ia tengah gencar memberitakan soal proyek Pantai Parangtritis yang diduga mengandung unsur KKN yang melibatkan pemerintah daerah di zaman Orde Baru dan aparat militer. Udin dihajar hingga tewas Selasa malam sekitar jam 23.30 dengan disaksikan oleh istrinya sendiri, Marsiyem. Hingga kini, tak ada tersangka yang terbukti melakukan pembunuhan. Kasus pembunuhan Udin ramai diberitakan media massa setelah Kanit Reserse Umum Polres Bantul Edy Wuryanto yang kala itu berpangkat Sersan Kepala melarung sampel darah Udin ke laut selatan dengan dalih akan menyelidiki kasus itu lewat cara gaib. Ia juga diduga mengambil buku catatan Udin dan menjebak seseorang untuk dijadikan tersangka kasus pembunuhan itu. Edy Wuryanto lalu “dihukum” dengan hanya dipindahtugaskan ke Mabes Polri di Jakarta. Kasus Munir Munir tewas di dalam pesawat Garuda yang membawanya terbang menuju Amsterdam untuk menempuh studi pascasarjana pada 7 September 2004 . Ia dikenal sebagai aktivis Hak Asasi Manusia sekaligus pendiri Kontras dan Imparsial yang sering mengkritik kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang. Sewaktu pemerintahan Orde Baru, Munir pernah menjadi korban penculikan anggota Kopassus. Tim Mawar menculik Munir dan puluhan aktivis lainnya. Munir beruntung bisa kembali hidup-hidup. Aktivis lain seperti penyair Wiji Thukul, Hendra Hambali, dan Petrus Bima Anugrah dari Partai Rakyat Demokratik tak diketahui rimbanya hingga detik ini. Prabowo Subianto yang pada Pemilu 2014 kelak bakal menjadi calon presiden dari Partai Gerindra menjabat sebagai Danjen Kopassus waktu itu. Dalam kasus Munir, diduga ada permainan Badan Intelijen Negara atau BIN di dalamnya. Mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Pr dijadikan tersangka dan disidangkan. Namun, seperti kasus Udin, kasus pembunuhan ini masih belum tuntas. Istri almarhum Munir bersama organisasi Sahabat Munir masih berjuang untuk mengungkap kasus ini. Kasus Marsinah Marsinah, seorang aktivis perempuan sekaligus buruh pabrik PT Catur Putra Surya di Porong, Jawa Timur ditemukan tak bernyawa pada 8 Mei 1993 di sebuah hutan di kawasan Nganjuk, Jawa Timur, setelah dinyatakan hilang selama 3 hari. Hasil otopsi menyatakan Marsinah meninggal karena dianiaya secara brutal. Setelah dilakukan penyelidikan, 10 tersangka ditahan termasuk pemilik perusahaan tempat Marsinah bekerja, Yudi Susanto, dan seorang anggota TNI. Ia diduga dibunuh karena memperjuangkan nasib para buruh meminta kenaikan upah. Yudi Susanto lalu dihukum 17 tahun penjara dan beberapa stafnya divonis 4-12 tahun, namun mereka akhirnya divonis bebas setelah naik banding ke Pengadilan Tinggi. Proses kasasi pun juga menjatuhkan vonis bebas kepada mereka. Vonis dari Mahkamah Agung tersebut diprotes banyak kalangan karena aroma rekayasa yang terlalu kentara. Namun, kasus ini pun masih gelap bagai misteri tak terpecahkan hingga sekarang. Kasus Direktur PT Asaba Boedyharto Angsono yang merupakan direktur sekaligus pemilik PT Asaba dan Holland Bakery tewas ditembak beberapa orang termasuk anggota aparat TNI pada 19 Juli 2003. Kepala korban tertembus peluru tajam pelaku. Bersamanya, pengawal pribadi yang merupakan seorang Bintara TNI, Sersan Edi Seid juga tewas di tempat kejadian. Penyelidikan polisi mengarah pada keterlibatan bekas menantunya Gunawan Santosa yang dipecat oleh korban karena diduga melakukan korupsi. Gunawan membayar 4 anggota TNI AL masing-masing 4 juta rupiah untuk membunuh bekas mertuanya itu. Gunawan Santosa diancam hukuman mati, berhasil kabur beberapa kali namun akhirnya berhasil ditangkap pihak kepolisian kembali. Kasus Nasruddin Zulkarnaen Nasruddin Zulkarnaen ditembak sehabis berolahraga golf di Padang Golf Modernland, Tangerang. Kasus pembunuhan direktor PT Putra Rajawali Banjaran ini melibatkan mantan pemimpin KPK Antasari Azhar. Data dari pengadilan mengatakan pembunuhan Nasruddin terkait masalah asmara Antasari dan Rani Juliani yang merupakan istri siri korban. Sebanyak 9 orang dijadikan tersangka kasus ini termasuk sejumlah orang yang menjadi pembunuh bayaran. Meskipun proses persidangan menyisakan banyak tanda tanya, namun Antasari tetap mendapatkan vonis 18 tahun penjara setelah permohonan Peninjauan Kembali (PK) yang ia ajukan ditolak oleh Hakim Agung Harifin Tumpa. Beberapa perangkat persidangan termasuk 3 hakim (Heri Swantoro, Prasetyo Ibnu Asmara, dan Nugroho Setiaji) dan jaksa penuntut Cirus Sinaga diduga melakukan beberapa pelanggaran. Cirus bahkan kemudian menjadi tersangka kasus korupsi Gayus. Selain kelima kasus tersebut, ada beberapa kasus lain yang menjadi pembicaraan nasional seperti kasus pembunuhan Hakim Agung Syafiuddin Kartasasmita yang menyeret Tommy Soeharto, anak mantan presiden Soeharto yang menguasai Indonesia selama 32 tahun. Lalu ada pula kasus pembunuhan seorang tokoh PKB, KH Asmuni Ishak, yang juga melibatkan pembunuh bayaran yang beraksi dengan pakaian ala ninja. Dan tentunya kita belum lupa pembacokan yang dilakukan terhadap Halomoan Gurning pengusaha asal Riau yang dibunuh seorang tak dikenal di Restoran Pondok Gurih Pekanbaru akhir tahun lalu.

Read more at http://uniqpost.com/35426/kasus-pembunuhan-yang-diduga-melibatkan-pembunuh-bayaran-di-indonesia/




PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA:













  1. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun;
  2. bahwa untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan hak asasi manusia serta memberi perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada perorangan ataupun masyarakat, perlu segera dibentuk suatu Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat sesuai dengan ketentuan Pasal 104 ayat (1) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
  3. bahwa pembentukan Pengadilan Hak Asasi Manusia untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia yang berat telah diupayakan oleh Pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia yang dinilai tidak memadai, sehingga tidak disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menjadi undang-undang, dan oleh karena itu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersebut perlu dicabut;
  4. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c perlu dibentuk Undang-undang tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia;
Mengingat:
  1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
  2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3879);
  3. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3327 );
  4. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3886);
Dengan persetujuan bersama antara
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA.

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
(1) Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
(2) Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.
(3) Pengadilan Hak Asasi Manusia yang selanjutnya disebut Pengadilan HAM adalah pengadilan khusus terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
(4) Setiap orang adalah orang perseorangan, kelompok orang, baik sipil, militer, maupun polisi yang bertanggung jawab secara individual.
(5) Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan ada tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang berat guna ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang ini.

KEDUDUKAN DAN TEMPAT KEDUDUKAN PENGADILAN HAM

Bagian Kesatu
Kedudukan

Pasal 2
Pengadilan HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum.
Bagian Kedua
Tempat Kedudukan

Pasal 3
(1) Pengadilan HAM berkedudukan di daerah kabupaten atau daerah kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
(2) Untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Pengadilan HAM berkedudukan di setiap wilayah Pengadilan Negeri yang bersangkutan.

LINGKUP KEWENANGAN

Pasal 4
Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pasal 5
Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara Republik Indonesia oleh warga negara Indonesia.
Pasal 6
Pengadilan HAM tidak berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan.
Pasal 7
Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi:
  1. kejahatan genosida;
  2. kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pasal 8
Kejahatan genosida sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:
  1. membunuh anggota kelompok;
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Pasal 9
Kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:
  1. pembunuhan;
  2. pemusnahan;
  3. perbudakan;
  4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  6. penyiksaan;
  7. perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  9. penghilangan orang secara paksa; atau
  10. kejahatan apartheid.

hak asasi manusia


hak asasi manusia.

                            Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
                    Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM meliputi :
  1. Kejahatan genosida;
  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
  1. Membunuh anggota kelompok;
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
  1. pembunuhan;
  2. pemusnahan;
  3. perbudakan;
  4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  6. penyiksaan;
  7. perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  9. penghilangan orang secara paksa; atau
  10. kejahatan apartheid.
(Penjelasan Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
                    Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)

                                   Pengertian hak asasi manusia


                     Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
                    Pelanggaran Hak Asasi Manusia adalah setiap perbuatan seseoarang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh Undang-undang, dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku (Pasal 1 angka 6 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM).
Pengadilan Hak Asasi Manusia adalah Pengadilan Khusus terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat. Pelanggaran HAM yang berat diperiksa dan diputus oleh
Pengadilan HAM meliputi :
  1. Kejahatan genosida;
  2. Kejahatan terhadap kemanusiaan
Kejahatan genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara :
  1. Membunuh anggota kelompok;
  2. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok;
  3. menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya;
  4. memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
  5. memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain.
Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa :
  1. pembunuhan;
  2. pemusnahan;
  3. perbudakan;
  4. pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa;
  5. perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional;
  6. penyiksaan;
  7. perkosaan, perbudakan seksual, palcuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara;
  8. penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional;
  9. penghilangan orang secara paksa; atau
  10. kejahatan apartheid.
(Penjelasan Pasal 7, 8, 9 UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM)
                    Penyiksaan adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, sehingga menimbulkan rasa sakit atau penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseoarang untuk memperoleh pengakuan atau keterangan dari seseorang dari orang ketiga, dengan menghukumnya atau suatu perbuatan yang telah dilakukan atau diduga telah dilakukan oleh seseorang atau orang ketiga, atau mengancam atau memaksa seseorang atau orang ketiga, atau untuk suatu alasan yang didasarkan pada setiap bentuk diskriminasi, apabila rasa sakit atau penderitaan tersebut ditimbulkan oleh, atas hasutan dari, dengan persetujuan, atau sepengetahuan siapapun dan atau pejabat publik (Penjelasan Pasal 1 angka 4 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)
Penghilangan orang secara paksa adalah tindakan yang dilakukan oleh siapapun yang menyebabkan seseorang tidak diketahui keberadaan dan keadaannya (Penjelasan Pasal 33 ayat 2 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM)